Bukalapak.com adalah
ecommerce di Indonesia yang dikenal kuat di niche sepeda. didirikan awal 2010
dengan sumber daya sangat terbatas, dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun, Bukalapak.com
telah menjadi ecommerce yang sangat diperhitungkan, memiliki 25,000 seller dan
60,000 user, pada pertengahan tahun 2011 Bukalapak.com mendapatkan suntikan
dana dari Batavia Incubator untuk ekspansi.
How to start & get
idea
Start awalnya dari ide.
Tapi ya ide cuma ide kalau tidak dieksekusi, makanya langkah berikutnya adalah
eksekusi, eksekusinya harus continue, terus menerus, fokus dan konsisten,
jangan melihat bisnis hanya 6 bulan atau 1 tahun, mikirnya harus long term 6
tahun. Tim penting sekali, di Bukalapak ataupun Suitmedia, recruiting menjadi
proses yang luar biasa penting, kami tidak ingin class B people masuk, kami
inginnya class A people, orang yang punya kompetensi dan passion, sevisi dengan
kita, chemistrynya ada. 3C yang kami pegang terkait recruitment
adalah Commitment, Capability atau Competency satu lagi Compatibility. Harus
satu budaya, satu pemahaman, satu pemikiran.
Ide selalu datang dari
masalah yang kita hadapi dan kemudian kita hubungkan kompetensi apa yang kita
miliki dengan ide atau peluang yang ada, misalnya dulu saya bangun Suitmedia,
kami membangun kompetensi untuk membuat website dan desain yang bagus untuk
klien, me-marketingkan website dan sebagainya. Di saat yang sama teman-teman
kami sering tertipu saat belanja online, hal-hal seperti ini menjadi pijakan
untuk kami membuat Bukalapak.com yang ternyata bisa jalan, karena kami
punya kompetensi dalam membuat dan me-marketingkan website. Jadi, selalu
berawal dari titik apa yang kita punya. Suitmedia dulu berawal dari kompetensi
para foundernya di engineering, lalu kami menarik orang design, kok rasanya
kompetensi kami di design juga oke, akhirnya kami buat produk yang ternyata
jalan.
Kalau Hidup idenya berasal
dari karyawan kami, ada yang nyeletuk pingin punya ide jual jilbab online,
momentnya pas saat ramadhan, ya sudah kami coba. Kebetulan di kantor ini kami
sangat terbuka akan ide. Jika teman-teman ada ide dan manajemen merasa punya
potensi pasar, ya sudah kami coba jalankan. Karena resources kami di Suitmedia
sudah ada semua, Suitmedia sebagai engine titik awal kami.
Jadi fokus di kompetensi
saja, jangan fokus di sesuatu yang bukan di kompetensi kita.
Ide tidak hanya di awal,
tetapi juga ada di proses, justru ide yang ada di saya cenderung setuju
kalau ide itu cheap, yang penting eksekusi. Ide gampang ditiru tetapi eksekusinya
yang luar biasa sulit ditiru dan tentu saja eksekusi butuh ide. Ide mau buat
produk apa, ide untuk menggaet user, strateginya seperti apa, justru saya
melihat ide ada di dalam proses.
Bukalapak dimulai pada Februari 2010.
Kenapa kami masuk di niche sepeda ? karena … tidak sengaja !
Tool marketing kami saat itu hanya Facebook. Kami spend
Facebook ads hanya sedikit, kami tidak spend budget untuk Adwords, tidak spend
budget untuk iklan di majalah, hanya dari teman ke teman yang mengajak join
Bukalapak, kami add teman-teman di Facebook dan mengajak mereka. Bahkan orang
yang kami tidak kenal juga kami add, misalnya orang yang me-like fanspage suatu
toko online, kami kan tidak kenal dan kami hanya merasa orang-orang me-like
toko online harusnya suka jualan online. Saat itu kami benar-benar ketok pintu.
Kebetulan kebanyakan dari orang yang kami add ini suka
sepeda. Kami juga terbantu beberapa moment seperti sepeda fixie yang waktu itu
cukup dashyat, juga Car Free Day.
Kombinasi dari kontinuitas, fokus, targeted pada orang-orang
yang menurut kami suka jualan online konsisten mendekati calon pembeli, juga
faktor luck karena trend sepeda sedang rising. Hal seperti ini yang akan
membangun Bukalapak.com
Pada saat itu hanya 3 orang yang terlibat di Bukalapak, 1
staf full time, 1 bantu-bantu karena aslinya engineer, lalu terakhir saya
sendiri, yang paling massive mengundang orang masuk Bukalapak waktu itu saya di
sela-sela pekerjaan di Suitmedia atau malam harinya setelah pekerjaan selesai.
Itulah kenapa saya memutuskan pindah dari Suitmedia untuk fokus di Bukalapak,
karena yang banyak memperjuangkan di awal juga saya, ide Bukalapak waktu itu
juga berasal dari saya.
Hal seperti ini dilakukan oleh hanya 2 orang staf kami, 1
staf bantu-bantu karena aslinya engineer, jadi ya 1 orang saja sebenarnya,
dibantu oleh saya kami lakukan secara berkelanjutan, sehari 1 orang bisa
mengajak 100 orang lewat Facebook messages untuk mengajak orang berjualan di
Bukalapak.
Kami menganggap progress Bukalapak saat ini tidak secepat
yang kami bayangkan, cobalah lihat Pinterest, Twitter yang tractionnya dahsyat.
Dengan pertumbuhan seperti sekarang, mungkin butuh 10 tahun baru bisa selevel
dengan tier two website, seperti Okezone misalnya, oleh karena itu kami harus
bekerja lebih keras.
Kalau dengan 2 orang staf kami bisa jalan, dengan 10 orang
harusnya kami bisa lebih cepat, cara berpikir saya seperti itu, kalau ternyata
hasilnya tidak begitu ya berarti ada yang salah.
Traction dan Memecahkan Masalah di Ecommerce
Untuk mendapatkan traction atau result bagus dari suatu
marketing effort, startup harus menyelesaikan masalah yang besar atau yang
paling matter.
Kalau di Indonesia, untuk E-commerce, challenge di Indonesia
itu kepercayaan. Kalau saya tanya kenapa belum belanja online, dari 10 orang
yang saya tanya, 8 menjawab tidak percaya, apakah barang yang dibeli bisa
sampai, sampainya cepet atau tidak,
barangnya apakah cocok dengan ekspektasinya, dari 8 orang ini, 2 orang di
antaranya menjawab takut tertipu, menurut saya sebenarnya bukan masalah
keamanan, tetapi masalah kepercayaan. Jadi kami harus fokus bagaimana
menyelesaikan masalah kepercayaan ini, misalnya mengedukasi seller.
Di ecommerce ada 2 sisi : seller dan buyer. Masalah di sisi seller
adalah bagaimana mereka dapat revenue tinggi dan sebaliknya buyer butuh seller
yang menjual barang bagus. Keduanya ini harus di manage.
Saya pernah ketemu counter HP, barangnya dia murah, terus
saya tanya kenapa tidak jual online? Dia jawab “takut perang harga, di semua
forum online pada nawar-nawar, kompetitor juga ikut menurunkan harga”.
Kecenderungan sekarang, jualan online juga jadi ajang price war, di sisi lain,
pengusaha online ini juga tidak punya brand. Seharusnya mereka bisa menonjolkan
service dan kelebihan dia yang lain. Online shop seharusnya branded.
Kami sering membuat kisah sukses dari seller online lalu
kami sebar ke Twitter, gunanya untuk mengedukasi rekan-rekan seller bahwa untuk
menjadi seller terpercaya itu penting sekali, sekarang juga ada beberapa seller
yang berani jual sedikit mahal, karena memiliki banyak rekomendasi, sehingga
buyer memilih bayar lebih mahal tetapi barang sampainya cepat dan terpercaya.
Aspek ini yang masih kurang di sisi online, saat ini mayoritas buyer melihat
semua seller sama saja, price war diutamakan, walaupun ada buyer yang bisa
menyelidiki seller mana yang sudah aktif di berbagai forum online, tetapi orang
awam tidak bisa membedakan.
Fundraising
Fundraising itu sebenarnya
alat untuk tumbuh mencapai visi kita. Tetapi saya melihat banyak startup yang
menjadikannya tujuan.
Kalau kita tidak butuh
alat, dan sudah punya alat lainnya ya kita tidak tidak perlu pakai.
Di Hijup, kami bisa
profitable since first month, tidak butuh fundraising, kalau dikasih duit malah
bingung buat apa?
Kalau Bukalapak, memang
berbeda, sangat challenging, visinya menyediakan service bagi penjual dan
pembeli supaya saling percaya via online, business modelnya unik, sekarang
belum ada business model marketplace yang untung, kebanyakan tidak mengenakan
charge ke user. Kompetisinya sendiri juga ketat, sehingga kami butuh “bensin”
dalam bentuk fundraising supaya bisa bernafas lebih lama.
Bagaimana cara dapat
fundraising? Kerja. It’s all about execution & performance, dana yang
didapat itu digunakan untuk bekerja, yang menentukan nilai perusahaan kita itu
ya hasil kerja kita. Kalau kerjaan kita bagus, investor akan respek dengan
kita.
Kadang ada juga investor
series A 10 miliar, saya bahkan harus menahan-nahan tawaran ini, karena tidak
masuk akal, kami saja merasa belum show dan harus menyiapkan dapurnya.
Di Bukalapak kami
cenderung ngirit dan hati-hati, tidak sembarang eksekusi strategi, hiring
karyawan banyak-banyak dengan dana dari investor, saya ngetes dulu, misal kalau
mau kampanye sosial media dengan target 100 ribu follower, jangan langsung
bayar kanan kiri untuk tweet berbayar. Karena bisnis itu perjalanan long term,
marathon, bukan sprint. Simpan dana sedikit-sedikit, yang tadinya habis 1
tahun, kalau hemat bisa tahan sampai 3 tahun. Sampai pada titik tertentu kalau
kita lihat dapat tractionnya, lalu berpikir untuk expand, baru kita perlu
fundraising. Misal ide kita bekerja di Jakarta, kita tes lagi di Bandung, bisa
jalan, berarti make sense dong kalau kita spend budget untuk expand ke
Surabaya, Semarang dan kota lainnya karena sudah ada role modelnya di Jakarta
dan Bandung.
Kalau sekarang, sepeda
sebagai role model tidak mudah diduplikasi ke lainnya karena momentum niche
sepeda yang unik, business model kami juga belum siap untuk diduplikasi, kalau
dipaksakan, kami kuatir business modelnya kurang kuat.
Saya melihat banyak
startup yang besar sudah menemukan business model yang pas dan menghasilkan
uang, Amazon dari awal sudah generate money, Ebay di hari pertama launching
sudah generate money, untuk upload buyer harus bayar, Rakuten juga ada fixed
monthly fee dan fee transaction.
Jadi kalau pendapat saya,
business modelnya harus benar-benar bekerja dulu baru lakukan fundraising.
Bootstrapping
Saat Bukalapak baru ada 3
orang (hanya 2 staf dan saya sendiri, 2 orang ini pun sambil mengerjakan project
di Suitmedia), kami disubsidi oleh Suitmedia, resource kami sangat terbatas,
it’s all about priority, kami harus fokus pada apa yang really matter.
Satu orang ngurus
teknologinya, satunya ngajakin orang. Sudah, tidak usah hiring-hiring lagi
sampai itu jalan.
Prinsip ini kami pegang
sampai sekarang. Apa yang paling penting itu kami kerjakan satu hal itu dengan
sangat fokus. Kalau sambil mikirin yang lain, bisa tidak fokus, tidak bisa
detail dan bisa-bisa tidak ada hasilnya.
Kalau investor datang,
saya cenderung tidak minta-minta, saya percaya kami punya power untuk
menghasilkan performance bagus, tidak di funding pun kami juga bisa jalan
walaupun agak pelan.
Founder Bukalapak
Founder
Suitmedia/Bukalapak awalnya saya, Achmad Zaky dan Nugroho, kami berdua dari
Teknik Informatika ITB.
Fajrin teman dekat saya,
masuk belakangan ke Bukalapak, resign dari BCG (Boston Consulting Group),
cerita tentang Fajrin ini juga menarik.
Saya sendiri jujur sebelum
memulai memulai ini semua, lulus kuliah saya apply ke BCG dan Mckinsey. Goal
saya waktu itu Cuma 2 : Kerja di tempat yang paling bagus, which is BCG dan
Mckinsey waktu itu. Tetapi saya gagal dapat pekerjaan di dua tempat ini, di dua
tempat ini rata-rata mereka hanya hiring 1 orang, sangat challenging. Lalu saya
rekomendasikan Fajrin, saat itu dia belum business minded, sangat scientist
minded karena hobinya matematika. Fajrin ikut test, terus lolos.
Berjalan setahun, kami
berdua sering saling kontak, suatu saat Fajrin bilang ke saya kalau dia bosan,
kurang challenging Di BCG dia advice strategi kepada konglomerat, bagi dia
“that’s it” selamanya dia jadi advisor aja, dia ingin bangun sesuatu dari nol,
lalu suatu saat, saya bilang ke dia, “Suitmedia jalan nih!” Kami punya client
base yang bagus, kami ada kas cukup lumayan, ada Bukalapak, saya juga cerita
kalau saya lagi ngobrol dengan Takeshi Ebihara dari Batavia Incubator, lalu dia
tanya “wah? Beneran nih?” lalu Fajrin ikut gabung dan ikut deal dengan
investor. Saat itu saya keder juga karena saya tidak sanggup menggaji dia
begitu tinggi, akhirnya saya kasih share.
Saya sendiri backgroundnya
technical, waktu kuliah tingkat tiga sempat buat startup Deft Technology
namanya, coding sendiri, sempat punya warung! Benar-benar offline store, jadi
saya ada background bisnis dan juga teknikal. Sejak SMA saya juga sering jualan
kecil-kecilan. Tapi sebenarnya waktu baru mau masuk ITB tujuan saya cari kerja
bagus dengan gaji besar, tapi sambil berjalannya waktu di ITB, saya merasakan
perubahan, kata orang-orang di ITB sangat entreprenerial, karena lulusannya
bisa jadi role model, ada Aburizal Bakrie, Arifin Panigoro, di sana imagenya
entrepreneur itu keren. Makanya pilihan saya Cuma 2 : Kerja di perusahaan
seperti Mckinsey, BCG atau buat perusahaan sendiri dan perusahaannya harus jadi
besar.
Kami sering membicarakan
valuasi saham kami dengan detail, valuasi saham dibangun dari kerja, setiap
pekerjaan yang kita buat membuat nilai pekerjaan meningkat, semakin efektif dan
semakin cepat kita kerja, membuat value perusahaan cepat naik. Senantiasa kami
mencari cara bagaimana kita kerja yang menghasilkan value.
Kalau saya menilai
perusahaan dari kas dan people, bila orang berani bayar untuk service kami, kas
akan datang, makanya bagi kami, ngirit itu penting banget, harus yakin apa yang
kita spend itu building value perusahaan.
Strategi bukalapak
Achmad menyebut,
selain ingin menjadi situs nomor satu di Indonesia. Bukalapak juga berharap
bisa menjembatani lebih banyak para pelaku UKM di Indonesia untuk bisa
melakukan penjualan secara online hingga tingkat nasional bahkan hingga tingkat
global.
Untuk bisa mencapai
target tersebut, Achmad bilang pihaknya membutuhkan kerjasama-kerjasama dengan
berbagai pihak, salah satunya dalam bentuk investasi. Baru-baru ini Bukalapak
pun berhasil mendapatkan suntikan dana segar dari PT Kreatif Media Karya (KMK Online)
yang merupakan anak usaha PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK).
Dengan dana tersebut,
Bukalapak akan berfokus untuk mengembangkan dua hal. Pertama, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Achmad bilang, Bukalapak selama ini bisa mencapai
pertumbuhan yang bagus karena didukung oleh manusia-manusia berkualitas.
Untuk itu, ke
depannya Bukalapak akan memperkerjakan lebih banyak lagi karyawan untuk bisa
mendukung perkembangan situs e-commerce ini. "Jika perlu kami akan
mengadakan pelatihan dengan mengundang orang asing dari Silicon Valley untuk
melakukan pelatihan disini," kata Achmad.
Kedua, Bukalapak akan
semakin intens dalam melakukan pemasaran. Selama ini, Bukalapak memang tidak
banyak melakukan aktivitas pemasaran namun mampu tumbuh dengan baik.
"Tidak banyak
melakukan pemasaran saja kami bisa tumbuh dengan luar biasa. Sehingga dengan
rencana pemasaran melalui iklan baik online, offline, dan televisi kami
berharap bisa tumbuh lebih luar biasaya,"katanya.
Ke depannya,
Bukalapak juga masih membuka peluang untuk masuknya investor-investor baru
terutama investor lokal untuk bisa mendukung cita-cita Bukalapak menjadi nomor
satu di Indonesia. "Ke depannya kami masih terbuka dengan
investor-investor lain,"ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar